Selasa, 15 Maret 2016

Jual Perhiasan Zaman Belanda

3 butir Berlian yang ingin dijual.
Melalui Michael Watti, sahabat sejak masih di bangku SMA dulu, pada tanggal 5 Agustus 2015 lalu, saya berkenalan dengan Welly, marganya saya benar-benar lupa tanya. Dia tinggal di Desa Sea, Minahasa. Tak disangka, dia memiliki beberapa koleksi perhiasan antik dari zaman Belanda yang ingin dijual.
Rata-rata perhiasan yang ada berbalut emas, yang kalau tidak salah kandungannya 18 karat. Hanya 3 butir Berlian yang tidak dipasangi emas. Selebihnya, Giok dan Safir dibalut emas dalam bentuk cincin, liontin, dan giwang atau anting.

Cincin Gok dengan gagang emas dan 12 butir Berlian.
Ada 3 butir Berlian yang dimilikinya berukuran yang beda-beda. Persisnya, 2 butir sama, 1 sisanya lebih kecil. Masing-masing dengan cutting yang menarik dan memiliki lubang di tengahnya. Waktu itu saya sengaja foto di atas koin Rp1.000 agar bisa dijadikan acuan besar atau diameternya. Perhiasan lain, seperti cincin, liontin, dan anting  bertatahkan Berlian dengan ukuran yang lebih kecil lagi.

Liontin ada 2 buah, yang satunya Giok, dan satunya lagi permata Safir yang berwarna ungu muda. Kemudian ada cincin Giok dengan ukuran yang cocok di jari lentik perempuan, dengan bertatahkan 12 butir Berlian. Bentuknya sangat mungil namun terlihat elegan.

Giwang Giok
Ada juga anting Giok yang juga bertatahkan 12 butir Berlian di sekelilingnya. Melihat perhiasan-perhiasan itu, saya teringat gambaran keanggunan seorang gadis dari tuan tanah di zaman feodalisme. Luar biasa.

Di antara celutukan cerita-cerita batu Akik yang sementara jadi trend di tahun 2015, Welly mengatakan, semua perhiasan itu sebelumnya memiliki sertifikat atau semacam dokumen resmi yang dikeluarkan instansi berwewenang.

"Dokumen itu mencantumkan berapa karat tiap butir Berlian yang ada, termasuk taksiran nilai jualnya. Pokoknya, semua perhiasan antik itu ada dokumennya. Sayang, dokumen itu hilang sehingga sekarang sangat kesulitan menjual perhiasan ini di pasar," ujarnya.

Untuk pengurusan dokumen baru, tambahnya, harus diurus di Pulau Jawa. Butuh biaya yang tidak sedikit. Tiket pesawat, akomodasi selama pengurusan dokumen, biaya konsumsi, dan kebutuhan lain. Belum lagi harus berhadapan dengan masalah keamanan, yang sangat rentan karena nilai perhiasan itu tidak sedikit.


Salah satu Berlian yang saya foto di atas koin Rp1.000.
Menurut Welly, dia ingin menjual semua barang tersebut. Pernah ada yang menaksir harga semua perhiasan itu sekitar Rp3 miliar. Wah, angka yang fantastis. Namun, katanya, kalau ada buyer yang mau bayar Rp1 miliar, dirinya bisa mempertimbangkannya.

"Asal serius dan mau beli semua item barang. Karena saya jual semua barang dalam satu paket," kata Welly.

Lebih jauh, Welly kemudian lebih terbuka lagi bercerita kalau ternyata semua barang-barang itu sebenarnya bukan miliknya. Dia dipercayakan seorang ibu yang identitasnya tetap dirahasiakan untuk menjualnya.

Liontin permata Safir
Ibu itu, katanya juga memiliki sebuah meja marmer peninggalan VOC yang sempat ditawar buyer sebesar Rp3 miliar. Sayangnya, transaksi pembelian meja itu tidak berhasil karena sesuai wasiat dari orang tua ibu tersebut, pertama kali yang dijual harus perhiasan dulu, baru kemudian peninggalan lain, seperti meja marmer tersebut.

Belum ini saya mendengar kabar, di saat tertentu ada beberapa orang yang dicurigai berusaha membuntuti Welly dengan tujuan yang jahat. Karena mencium ada usaha perampokan ini, Welly akhirnya mengungsikan perhiasan antik tersebut di luar rumahnya.

Liontin Giok
"Sudah disimpan di tempat yang aman," kata Michael menceritakan perkembangan barang yang nilainya ajubillah itu.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar