Kerajaan Siau banyak mendapat pengaruh dari bangsa Portugis dan Spanyol sehingga Spanyol mendirikan benteng Gurita di Ondong dan benteng Santa Rosa di Ulu Lento. Sebagai raja yang pertama ialah Lokombanua II diganti oleh anaknya Pasumah yang memerintah dari 1540-1561. Dalam pemerintahannya terjadi peristiwa Liwua Daha, yaitu pertempuran antara Paseng dan Ulu.
Sebagai raja berikutnya yang menggantikan raja Pasumah ialah raja Wuisang yang memerintah dari tahun 1561-1585. Dalam pemerintahannya bangsa Portugis berkuasa di Siau. Beliau adalah raja pertama yang menerima agama Kristen dan langsung dipermandikan oleh Pastor Diego Magelhaes pada 1563 di Manado dengan beroleh gelar: Don Jeronimo Wuisang. Pada tahun 1566 Pastor Pedro Maxarenhas tiba di Siau dan atas kebijaksanaannya raja dan rakyat dapat diperdamaikan.
Yang menggantikan raja Wuisang ialah anaknya raja Winsulangi pada tahun 1585-1623. Pada jaman pemerintahannya raja Andi dari Mindanao menyerang Pehe 1586 karena membalas dendam atas kematian pahlawan Salawe yang dibunuh waktu perkunjungannya di Siaupada tahun 1584. Raja Winsulangi melarikan diri ke Ternate, nanti kembali pada tahun 1587 dan memindahkan ibukota kerajaan di Ondong.
Pada tahun 1588 di Ondong Pastor Fransisco da Grosa menyebarkan Injil di sana dan meninggal juga di sana setelah 2 tahun. Kemudian datanglah Pastor Anthonio Pareyra 1592 bersama Kepala Padri Martha. Pada waktu pemerintahan raja Winsulangi Siau mendapat serangan dari Ternate, sehingga raja meminta bantuan kepada bangsa Spanyol di Manila. Putranya Batahi ikut bersama ayahnya pada waktu itu dan mendapat pendidikan di sana.***
[Sumber tulisan: Buku karya Shinzo Hayase, Domingo M. Non, dan Alex J. Ulaen yang berjudul “SILSILAS/TARSILAS (GENEALOGIES) AND HISTORICAL NARRATIVES IN SARANGGANI BAY AND DAVAO GULF REGIONS, SOUTH MINDANAO, PHILIPPINES, AND SANGIHE-TALAUD ISLANDS, NORTH SULAWESI, INDONESIA” halaman 252].
Sebagai raja berikutnya yang menggantikan raja Pasumah ialah raja Wuisang yang memerintah dari tahun 1561-1585. Dalam pemerintahannya bangsa Portugis berkuasa di Siau. Beliau adalah raja pertama yang menerima agama Kristen dan langsung dipermandikan oleh Pastor Diego Magelhaes pada 1563 di Manado dengan beroleh gelar: Don Jeronimo Wuisang. Pada tahun 1566 Pastor Pedro Maxarenhas tiba di Siau dan atas kebijaksanaannya raja dan rakyat dapat diperdamaikan.
Yang menggantikan raja Wuisang ialah anaknya raja Winsulangi pada tahun 1585-1623. Pada jaman pemerintahannya raja Andi dari Mindanao menyerang Pehe 1586 karena membalas dendam atas kematian pahlawan Salawe yang dibunuh waktu perkunjungannya di Siaupada tahun 1584. Raja Winsulangi melarikan diri ke Ternate, nanti kembali pada tahun 1587 dan memindahkan ibukota kerajaan di Ondong.
Pada tahun 1588 di Ondong Pastor Fransisco da Grosa menyebarkan Injil di sana dan meninggal juga di sana setelah 2 tahun. Kemudian datanglah Pastor Anthonio Pareyra 1592 bersama Kepala Padri Martha. Pada waktu pemerintahan raja Winsulangi Siau mendapat serangan dari Ternate, sehingga raja meminta bantuan kepada bangsa Spanyol di Manila. Putranya Batahi ikut bersama ayahnya pada waktu itu dan mendapat pendidikan di sana.***
[Sumber tulisan: Buku karya Shinzo Hayase, Domingo M. Non, dan Alex J. Ulaen yang berjudul “SILSILAS/TARSILAS (GENEALOGIES) AND HISTORICAL NARRATIVES IN SARANGGANI BAY AND DAVAO GULF REGIONS, SOUTH MINDANAO, PHILIPPINES, AND SANGIHE-TALAUD ISLANDS, NORTH SULAWESI, INDONESIA” halaman 252].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar