Hei, apa kabar senja yang lama setia membalut lukamu di batas pantai?
Tak masalah jika kau tetap diam sementara aku juga tetap dalam celoteh tanpa ujung.
Mungkin kau ingat, jika kita lama mengerami penyesalan serupa kesetiaan barisan para penjaga kesakralan kuil.
Kita pun biasa membiarkan ilalang memenuhi sepetak telaga harapan lalu ia menggenang dangkal.
Hingga tak lagi kita temukan kejernihan air serupa Narsis tergoda pada bayang wajahnya sendiri.
Hingga akhirnya kita tak lagi punya apa-apa untuk memaknai pergulatan zaman yang perlahan beku.
Semua kekeruhan menjelma jadi hitungan sebab musabab daun-daun jatuh yang digantung dalam angka.
Hei, apa kabar bulan yang menggambarkan wajahmu di gelora lautan?
Ah! Kau tetap kusut dan penuh amarah, tak menjawab.
Hei, apa kabar kebekuan kita?
Ie Hadi G
Manado, 26 April 2014.
Dari Tepi Kuala Memeluk Doa.
Tak masalah jika kau tetap diam sementara aku juga tetap dalam celoteh tanpa ujung.
Mungkin kau ingat, jika kita lama mengerami penyesalan serupa kesetiaan barisan para penjaga kesakralan kuil.
Kita pun biasa membiarkan ilalang memenuhi sepetak telaga harapan lalu ia menggenang dangkal.
Hingga tak lagi kita temukan kejernihan air serupa Narsis tergoda pada bayang wajahnya sendiri.
Hingga akhirnya kita tak lagi punya apa-apa untuk memaknai pergulatan zaman yang perlahan beku.
Semua kekeruhan menjelma jadi hitungan sebab musabab daun-daun jatuh yang digantung dalam angka.
Hei, apa kabar bulan yang menggambarkan wajahmu di gelora lautan?
Ah! Kau tetap kusut dan penuh amarah, tak menjawab.
Hei, apa kabar kebekuan kita?
Ie Hadi G
Manado, 26 April 2014.
Dari Tepi Kuala Memeluk Doa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar