Bawobo: Sebuah Konsep Monolog Multimedia

Bulan Desember 2012 lalu yang sering hujan itu, aku sowan ke rumah salah satu penyair Sulut, Iverdixon Tinungki. Dia sering kuanggap kakak, sahabat, dan kawan sendiri. Bahkan di rumahnya pun aku seringkali berlaku seperti di rumah sendiri saja. Saat berdua asik menyeruput Torabica Coffee di beranda rumahnya dan berseloroh seperti biasanya kami bila bertemu, dia membilang bahwa baru-baru ini muncul ide menarik untuk membuat sebuah konsep monolog.

"Ide dasarnya seperti apa, Bang?", ku sergap dengan pertanyaan yang berkesan penasaran.

"Konsep monolog yang akan dimainkan oleh seorang tokoh tetap, Bawobo namanya. Di Nusa Utara ada tradisi bertutur saat hendak menidurkan anak di ayunan. Menyanyi dan mendongeng. Menidurkan anak itulah Bawobo", timpalnya serius.

"Mirip permainan dalang di Jawa?"

"Bukan. Sangat beda"

"Mirip Sujiwo Tedjo, Bang?"

"Mendekati itu", ujarnya.

Waktu itu, aku masih ingat jelas kalau saat dia menjelaskan maksud dari konsep monolognya tersebut, aku tidak henti-hentinya mengeryitkan dahi dan berpikir keras, apa kira-kira maksud dari si penyair yang buku kumpulan puisinya Klikitong mendapat anugerah Buku Puisi Terbaik 2013 ini.

"Kau, Hadi, bisa mulai dengan properti sederhana, ayunan bayi. Kau bisa memulai dengan menyanyikan Sasambo. Bisa juga lagu lain. Kau bisa menangkat kisah dari dogeng apa saja yang kau tahu lalu bisa menyerempet ke mana-mana. dari urusan politik, ekonomi, sosial budaya, dan lain-lain. Kau bisa singgung urusan yang terbaru sekalipun. Jadi idenya terus dinamis", katanya.

"Aku? Kenapa aku, Bang?"

""Harus kamu. Tidak ada aktor yang tepat selain kamu"

"Bang, kau tahu aku telor huruf r kan?"

"Itu tidak substansial"

"Tapi masalah artikulasi"

"Aku sudah mencoba tanya ke beberapa teman, cuma kau yang bisa", tegasnya.

Aku terdiam beberapa saat. Larut dalam hayalan. Menyeberangi imajinasi. Kuhela kedua kakiku yang sebelumnya tergelonjor ke depan, "Aku harus membuat eksperimennya dulu kalau begitu, Bang", kelitku.

"Terserah"

Hingga saat ini ide tersebut masih terus mengiang di kepalaku. Aku pikir, mungkin ide ini bisa digarap secara multimedia. Bisa live dan bisa juga record.***