Naskah Dunia Seonggok Kata yang ditulis oleh Ie Hadi G ini merupakan drama bertema religius dan dimainkan oleh 7 orang. Pernah dipentaskan oleh Teater Jeune Amme Remaja GMIM Getsemani Sakobar Manado pada Agustus 2013 lalu. Saat pentas itu para pemain yang melakonkan tokoh-tokoh di dalam naskah ini antara lain: Zena Zaneta Boseke sebagai Yusi Kidult, Stevaldo John M. Soputan sebagai Bawobo, Sheva Pantow sebagai Bok, Olivia Maria Lintong sebagai Sens, Gaby Maria W. Tombokan sebagai Sosok Waktu, Novlyandro Natanael T. Binni sebagai Orang I, dan Vina Sarah Sondakh sebagai Orang II. Ini merupakan naskah pertama dalam rangka eksplorasi ide Bawobo sebagai sebuah monolog. Berikut ini naskahnya:
BAGIAN I
GELIAT GELISAH
SUATU TEMPAT. YUSI
KIDULT MASUK, BERMAIN-MAIN DAN MELEMPAR-LEMPAR KERTAS. SOSOK-SOSOK BERGERAK,
BERSAMA SOSOK WAKTU MENARIKAN KOREOGRAFI TERTENTU DAN KEMUDIAN MASING-MASING
PERGI, MENGHUNI TEMPAT YANG TERPISAH.
Sosok Waktu:
Sekujur semangat
yang menafsir ruang dan waktu bergerak mengisi kekosongan-kekosongan peradaban.
Seperti senantiasa mendorong bongkah-bongkah batu ke puncak gunung harapan.
Lalu seperti maklum pasti jatuh lagi. Seperti tragedi Sisyphus. Seperti selalu
mendaur ulang kegagalan-kegagalan yang sama. Seperti biasa, seperti keanehan
dan kepongahan manusia yang biasa yang selalu terjadi berulang kali. Selamat datang
di dunia seonggok kata. Di mana kisah-kisah hanya bertutur namun sering kehilangan
makna dan kesadarannya. Di mana cerita-cerita hanya berdiri sebagai formalitas pelengkap
sandiwara-sandiwara kehidupan. Dan manusia mengambil bentuk dari remah-remah
peristiwa itu hanya semata untuk hiburan tanpa membawa dan menyimpan makna. Sementara
koreografi-koreografi manusia yang bergerak di bumi selalulah melengkapi segala
keresahan mereka sebagai reaksi atas misteri yang tertafsir sebagai misteri
Ilahi. Lalu dari sanalah layar-layar panggung kisah dibuka dan ditutup. Entah
dalam legenda, sage, mite, fabel, parabel, atau juga dogeng jenaka selalu
terkisah oleh seonggok kata. Selamat datang di dunia seonggok kata. Sosok Waktu
telah menyediakan segalanya.
YUSI KIDULT KELUAR LAGI DENGAN
HERAN MEMANDANG TEMPAT YANG KOSONG.
Yusi Kidult:
Halusinasi. Imitasi. Manipulasi imajinasi.
Hari-hariku yang semakin senja ini selalu saja dipenuhi halusinasi-halunasi
yang menghadirkan imitasi yang benar-benar menghampiri sebuah nilai kebenaran.
Padahal semua hanyalah manipulasi imajinasi. [Masuk gua dan keluar lagi] Atau itu kebenaran? Oh, tidak. Ternyata
itu tetap sebuah halusinasi. Ah, dunia. Kau selalu menghadirkan
kepalsuan-kepalsuan yang tidak ada habis-habisnya. [Diam sebentar] Sigmund…Sigmund…kau di mana? [Mencari-cari boneka anjingnya] Ha, tidur di situ kau rupanya. Kau
pasti tahu apa yang terjadi pada diriku belakangan ini. Pasti kau sementara berpura-pura
tidak tahu seperti biasa. Tahu tidak, Mund, aku tidak sementara bermimpi, Mund.
Aku melihat dengan jelas mereka di sini. Di sini, Mund. Ini jelas bukan
empiris-empiris yang menjadi endapan di ingatanku. Tiba-tiba mereka hilang.
Menguap seperti embun tanpa bekas basah di dedaunan. Mengapa tak menjawab,
Mund? Kenapa diam? Ah, percuma kuberi nama seperti nama seorang pemikir hebat
karena kau lagi-lagi tidak mau bicara. Tidak mau menjawab. [Menarik boneka dan membuat tirai jatuh
terlepas. Yusi Kidult terkejut dan lari ketakutan masuk gua karena ada orang di
balik tirai itu] Celaka. Celaka, Mund. Celaka! Tolong!
BAGIAN II
GAIRAH KISAH
DI BALIK LAYAR, BAWOBO TENGAH
MENIDURKAN ANAK DALAM AYUNAN, SEMENTARA SENS ASIK MEMBACA DAN BOK SIBUK
MENYAPU. MEREKA BERTIGA TERKEJUT GARA-GARA ULAH YUSI KIDULT.
Bok:
Bos, apa yang
terjadi?
Sens:
Ya, tentu saja karena
ada yang mengganggu kita. Pasti si Kidult itu lagi [Sambil menggerak-gerakkan buku yang tengah dipegangnya].
Bawobo:
Ssttt…kalian ini sudah menggangu
tidur si bocah. Biarkan saja si bocah besar itu yang terus kekanak-kanakan itu [Menggerakkan perlahan ayunan tidur anak].
Sens:
Si kutu busuk itu
terlalu terikat pada sensasi dan persepsi kanak-kanak yang selalu eksis di jiwa
manusia. Di saat dia melangkah pada perwujudan diri atau dengan kata lain dia
membutuhkan aktualisasi diri, tidak ada yang mendampingi atau membantunya
menemukan jalan dari balik kesadarannya untuk berada di pola pikir orang dewasa.
Bawobo:
Tetapi…
Bok:
Tetapi apa, Bos?
Bawobo:
Menurut hemat yang disadari dan
dikembangkan belakangan ini, di dalam diri setiap orang selalu ada sifat
anak-anak. Termasuk pada diri orang dewasa.
Bok:
Termasuk pada kita ini, Bos?
Bawobo:
Ya. Dan sewaktu seorang dewasa
mulai menolak sifat anak-anak dalam dirinya maka bisa dipastikan orang tersebut
akan kehilangan sense of humor, sense of
esthetic, dan walhasil mau ketawa saja susahnya minta ampun. Wajah dan ekspresinya selalu serius bahkan seringkali
dingin bagai patung atau tem…bok. Ada yang sering bilang, hei, kau
kekanak-kanakan. Padahal belum tentu dia tepat. Kekanak-kanakan atau
kedewasa-dewasaan hanya urusan ketepatan mengisi ruang dan waktu. Sekalipun
kadang-kadang batas antara keduanya sangat kabur.
Sens:
Bab berapa yang itu, Bos? Atau jangan-jangan belum ada buku
petunjuknya, Bos.
Bok:
Kalau bapak Bos sudah
mengatakannya itu berarti sudah ada. Iya kan, Bos? Betul! [Menjawab sendiri pertanyaannya].
Bawobo:
Aku ingin bercerita suatu kisah
yang luar biasa. Erat kaitannya dengan keberadaan diri anak-anak dalam diri
seorang dewasa. Dia seorang yang besar dan terkenal. Mau tidak mendengarkan
ceritanya?
Bok & Sens:
Mau, Bos!
Bawobo:
Baiklah.
Sens:
Bos, kalau orang lain bisa dipanggil tidak?
Bok:
Baiklah. Kan, Bos?
BAWOBO MENGANGGUK LALU SAMBIL
MENYANYI DIA MENGAYUN-AYUN AYUNAN, MENIDURKAN BAYI. SENS DAN BOK PERGI
MEMANGGIL ORANG-ORANG LAIN.
Sosok Waktu:
Kau hanyalah sebuah jendela
kisah. Maka berkisahlah. Dunia perlu kisah yang bisa diserap jadi roti untuk
dipanggang. Agar saat waktu berputar dan terus beranjak uzur, kau punya sesuatu
yang bisa dinikmati bersama seruputan-seruputan kopi. Berkisahlah.
Bawobo:
Sosok waktu, kau memang hanya
bisa menyaksikan, mendengar, mencatat, dan merekam kisah. Gerak waktumu hanya
semata gerak maju sebab lembaran-lembaran dari jejak yang telah ditinggalkan
tetaplah menjadi kenangan. Maka dengarkan kisah yang ini.
Sosok Waktu:
Berkisahlah!
BAGIAN III
KISAH YANG BERINGSUT
BAWOBO MULAI BERKISAH. ORANG-ORANG
MULAI BERDATANGAN BUAT MENDENGAR CERITANYA.
Bawobo:
Ini tentang jiwa anak dalam diri
semua manusia. Alkisah, seorang anak ajaib yang mengalahkan seorang dewasa,
seorang raksasa. Anak yang menyusup di peperangan besar ini nekad. Ia tidak
terima Allah dihina. Orang-orang dewasa di barisan mereka ciut gemetar karena
si raksasa terlalu sangar. E, si bocah ini malah marah. Menantang duel. Satu
lawan satu. Seperti ksatria-ksatria gladiator. Senjata burung, ketapel, menantang
pedang yang terhunus tajam. Tidak masuk akal. E, dia, si anak merah itu menang.
Semangat di dalam diri yang terus tumbuh dari semangat polos dan lugu seorang
bocah hingga menjadi semangat yang telah mekar, dewasa, kuat dan tegar. Di jiwa
kecil dan polos di dalam dirinya sempat hilang. Berkali-kali. Sempat datang,
tepat. Berkali-kali ia menari-nari, melompat-lompat tepat seperti kepolosan
seorang bocah. Ia menang perang-perang baru. Ia bergirang. Ia menangis haru.
Persis bocah. Tapi dia dewasa. Malah sialnya, dia dikenal sebagai raja dari
bangsa keturunan orang-orang cerdas, Israel. Bangsa apa?
Bok, Sens, Orang I, & Orang II:
Bangsa Israel…
Bawobo:
Hore. Pintar. Daud nama anak itu.
Ia seperti lupa diri bahwa dia adalah raja. Di depan semua rakyatnya, setelah
menang perang Israel melawan Filistin, dengan gambus, dengan tari-tarian, dia
bersukacita dan menari bersama rakyatnya. Ke kiri, ke kiri. Lalu ke kanan, ke
kanan. Melompat-lompat dan berjingkrak-jingkrak. Sempat datang jiwa polos
bocah, namun dengan intervensi jiwa dewasa yang penuh ambisi. Suatu waktu si
raja saat berjalan-jalan, jadi mata keranjang. Ia melihat Batsyeba, perempuan
cantik serba sempurna. Ia ingin memilikinya. Ia lupa perempuan itu milik
rakyatnya. Istri Uria. Dia tidak lagi menjaga jiwa anak di dalam dirinya. Dia lupa
diri kalau dia memerintah hanya untuk rakyat. Hak rakyat kok diambil. Dia tidak
melindungi rakyatnya lagi. Padahal dia jadi raja karena dipercayakan oleh Opo Empung
Wailan Wangko. Tuhan yang maha mulia dan besar. Katanya, hei, Uria kau pergilah
berperang dan mati. Gila. Raja seperti ini bisa berbahaya. Jika begini, dia
bisa-bisa berbuat sesuka hati. Kalau dia lihat rakyat masih kurang menderita
pasti dengan senang hati dia menyempurnakan penderitaan rakyat. Kalau dia raja
di bangsa kita yang antah-berantah ini, maka dia tidak akan memusingkan subsidi
ke rakyat. Di bangsa kita apa tadi?
Bok, Sens, Orang I, & Orang II:
Bangsa Antah-Berantah…
Bawobo:
Nah, di bangsa Antah-Berantah itu
rajanya bisa terus menaikkan harga BBM. Bodoh amat ada rakyat yang mati
kelaparan. Bodoh amat subsidi yang jadi hak rakyat. Bantuan dan kemudahan hanya
kepada sistem penindasan. Padahal rakyat setiap tahun bayar upeti ke kas
negara. Untung dia tidak sempat memerintah di sini. Kembali ke tadi. Hebatnya,
dari garis keturunan Daud inilah lahir Sang Penyelamat umat manusia. Mesias.
Empat belas keturunan dari Daud sampai pembuangan ke Babel. Empat belas
keturunan dari pembuangan ke Babel sampai Kristus, Sang Juru Selamat dunia ini.
[Membuat tangisan bayi] Ups. Anak
menangis, bro. Maaf. [Menyanyi untuk
menidurkan bayi. Sesekali membunyikan suara boneka].
ORANG-ORANG JADI RIBUT. ADA YANG
PROTES KARENA CERITA TERPOTONG. ADA YANG TERTAWA KARENA KELUGUAN BAWOBO. SENS
DAN BOK BERUSAHA MENENANGKAN ORANG-ORANG.
Bok:
Saudara-saudara, maaf, anak Bos menangis. Tenang dulu. Tidak lama.
Pending sebentar.
Sens:
Mari bantu dia menyanyi…
Orang I:
Mari kita ikut menghibur keberadaan jiwa anak yang eksis di dalam diri
kita.
Orang II:
Jangan malu memberi ruang pada kekanak-kanakan jiwa kita.
ORANG-ORANG IKUT MENYANYI. LALU
MEREKA BERSAMA MULAI MENARI.
Bawobo:
[Memberikan isyarat berhenti] Dia sudah tidur. Kalian telah menunggu
namun mungkin lain kesempatan karena waktu tak lagi memungkinkan. Hari telah
larut. Maaf.
Orang I:
Bos, jangan bikin alasan. Lanjutkan
ceritamu.
Bawobo:
Sudah tidak bisa. Tidak bisa
ditoleransi. Maaf jika membuat kalian, seperti yang Samuel Becket katakan,
menunggu Godot.
Orang I:
Bos, kalau tidak tahu mengenai
lakon itu sebaiknya jangan diteruskan. Godot dalam sebuah kajian teologis telah
datang dalam rupa tokoh seorang anak kecil. Atau jangan-jangan Samuel,
kritikus, akademisi, kau dan semua orang tidak menyadari ini. Mereka hanya
terpaku pada hal-hal besar saja sementara hal kecil, si anak kecil, merupakan
kunci dari makna Godot itu, telah datang dan terabaikan dari perbincangan. Tak
ada lagi Godot. Godot sudah pernah datang sebagai anak kecil. Jangan kira tidak
ada yang tahu soal ini. Penyelamat telah datang jika kita ingin mendapatkan
relevansi tafsir intertekstualitas dengan masalah Godot. Mesias sudah datang!.
Orang
II:
Penyelamat? Apa itu
penyelamat, kawan? Mesias? Ah, kenapa bukan kau saja yang berkisah? Ya. Betul,
kawan. Kau saja. Hadirkan seonggok kata bagi kami niscaya kami akan setia mendengarkannya.
Bok:
Wah, betul itu!
Bawobo:
Aku saja. Aku akan berkisah.
Orang II:
Waktumu sudah habis. Diam kau, Bo.
Ceritakanlah kepada kami bagaimana tentang penyelamat itu, kawan.
Sens:
Ayo, ceritakanlah, kawan!
Orang I:
Di sebuah sudut waktu sana aku akan berkisah. Mari ikut aku.
ORANG-ORANG LALU MENGIKUT DIA
SAMBIL BERNYANYI SENANG. TERMASUK BOK DAN SENS. BAWOBO MENGAMBIL SEBUAH
GULUNGAN KISAH, BERKISAH, DAN AKHIRNYA TERPURUK PADA KESENDIRIANNYA.
Bawobo:
Aku saja yang berkisah. Raja Daud
merupakan manusia dengan dominasi karakter anak-anak. Keadaannya seperti itu
memungkinkan dia mengembangkan fungsi otak imajinasi yang akhirnya mampu
melahirkan karya-karya abadi seperti kitab Mazmur…
Sosok Waktu:
Bawobo, leluconmu telah berakhir.
Kisah yang kau kisahkan telah berakhir bersama kisah tentang dirimu sendiri.
Tak ada orang lagi orang yang mau mendengarkan ocehan yang tak berguna. Manusia
sekarang butuh kisah tentang keselamatan. Jika waktumu sudah diberi dan kau tak
berkisah tentang keselamatan pada orang lain maka niscaya waktumu akan diambil
tanpa pengampunan dan diberikan kepada orang lain [Mengambil gulungan kisah].
YUSI KIDULT MENGINTIP DARI GUA
DAN MENGAMATI BAWOBO KEMUDIAN MENDEKATI SOSOK WAKTU YANG TENGAH BERNYANYI DI
SUATU TEMPAT.
Yusi Kidult:
Kali ini sungguh nyata. Mereka ternyata
bukan ilusi, halusinasi, atau bahkan delusi. Anda jangan salah sangka kalau
menuduh aku tidak paham mengenai wujud nyata yang riil seperti anda ini. Boleh
aku berkenalan dengan anda?
Sosok Waktu:
Namaku Waktu. Aku hanya sosok
yang merekam kegelisahanmu. Yang pasti kau tidak bisa berjalan lebih awal
dariku. Semua peristiwa punya batasnya. Kita memang punya banyak kisah, tapi
kisah penyelamat yang hadir sekarang inilah yang paling ditunggu-tunggu manusia.
Kisah tentang Mesias.
Yusi Kidult:
[Mengikuti Sosok Waktu dari belakang lalu merampas gulungan kisah dan
dia mulai berkisah] Mesias adalah…
PANGGUNG GELAP.
***SELESAI***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar