Sabtu, 06 Juli 2013

Abstrak di Sebuah Senja | Puisi |

Gambar: Solitude by `ArtByCher on deviantARTartbycher.deviantart.com
Aku berdiri pada poros yang salah
Yang putarannya bukan ke arah maju
Namun ke kubangan lumpur
Mengisap
Menelan
Habisi raga

Terlanjur rapuh sudah aku ini
Karna setapakpun belum ada jejaknya
Apalagi bermimpi seribuan panjang harapan
Yang klak takkan juga datang

Maaf, bila kini
Kukembalikan tautan kata yang pernah teranyam
Agar aku takkan lagi membukanya sbagai kenangan

Hari kini tlah berangsur senja
Menunggu jawaban hanya abstrak bagiku

Surat Buat Christy Sondey

Kawan, sudah sejak peradaban bumi ini dimulai, perang melawan dehumanisasi ikut berkobar. Telah cukup lama. Lalu apakah kita akan menyebut perang yang sekarang ini adalah awal dari pertempuran ataukah lanjutan dari yang tlah menyala ? Kita tetap bagian yang terkecil dari kemakroan perjuangan. Di sini memang ada tulisan yang kemudian dikitabkan, namun di sana juga bertebaran kepingan kata-kata pengisi peradaban. Di sini kita mengucapkan perang, di sana juga telah terdengung sorakan dan desing peluru. Seumpama kita sekarang, mereka juga tlah menebas.

MAKLUMAT PAGAN II | Puisi |


Setiap laut ada penandanya
Setiap gunung ada datunya
Bila kau itu adalah badai
Selamat datang di negeri utara
Nusanya perempuan
Kami mendesah dalam diam
Juga membunuh dalam diam
Pasir mengisap
Laut menyerap
Udara mencekik
Disambut oleh kata
Berakhir dengan kata
Cukup dalam kata
Yang bukan hanya sisik terlepas
Tapi sekalian napas tercerabut
Baiknya kau tidak datang
Bila kau adalah badai
Karena setiap gunung ada datunya
Maka hendaknya hidup tidak berakhir dengan pedang

MAKLUMAT PAGAN I | Puisi |

Datu-datu sudah banyak salah
Hitam dikira putih
Curian dianggap penghasilan
Kebenaran tlah disungsangkan
Namun urung dimafhumi
Bumi akan berarak menerjangi tabiatmu
Elang-elang putih
Wangi-wangi kamboja
Bulu-bulu bersayap, mengepak di telinga
Terbang ringan dalam angin
Kanan di tombak
Kiri di pisau
Bawa pekikkanmu ke banua
Potong tangan datu lalim
Siapa berjiwa, hendaklah gemetar
Siapa bernyawa, mestilah bersungkur
Siapa berempedu, memucatlah wajahmu


Tentangku

Sebenarnya tidak ada yang istimewa dari diriku untuk dituturkan. Kuberi nama diriku Ie Hadi G dalam bidang kesenian, yang sebelumnya pernah menggunakan beberapa nama seperti Ie Ladore, Hidahar, dan Hawe. Lahir di sebuah kampung, Rainis, di daerah Kepulauan Talaud pada tanggal 25 Juni 1979. Diberi nama Rahadih Gedoan oleh orang tua. Rahadih merupakan sebuah ‘akronim kesedihan’ dari Rasa Hancur Di Hati. Menekuni bidang sastra secara serius sejak tahun 1997 dengan memilih kuliah di Fakultas Sastra Unsrat, Jurusan Sastra Indonesia. Namun hasrat secara serius untuk menggeluti dan merambahi dunia sastra secara praktis, terutama teater dan puisi, baru tercapai pada tahun 1998.