Karena bukit yang di sini tak lagi simpan jejak mata air
Buat menyiram sekuntum harapan yang kau titip dulu
Inang, tadi malam aku berkali-kali memanah purnama
Karena tanah yang di sini tak lagi tumbuhkan setunas bunga
Buat harumkan bau doa yang pernah kau gantung di dadaku
Inang, hari ini aku telah mengasah tajam sebaris mantra
Buat meredam gelombang tagaroang
yang kan menantang
Karena di sini layar patoku
telah mengembang ditarik angin
Karena aku ingin mengantarkan di batas laut sana sebuah
mimpi
Karena hari ini aku harus menyulam di seberang sana serenda
kisah
Inang, sambokan
bagiku sebait nyanyian dalo untuk
restu di jalan
Seperti sambo yang
biasa dulu kudengar dari suara sendumu
Atau tiupkan saja sebaris tanda di jidatku
Agar jadi meterai
Agar takut tak lagi menyergapku
Su
koanengku nabi
Sukahikiku
nabi
Suhatiku
I waraile’
Sulikudeku
badang kinansing
Tutatengo
Mawu Ruata
Inang, bila hatiku ini ibarat api
Maka inilah api pemberontakan
Menyala karena gelisah di malamku tak kunjung pergi
Gelisah yang tak beri makna apa-apa di selasar hidupku
Karena aku tak mau tatapanmu padaku berair mata lagi
Karena hari kemarin sudah harus terbingkai dan disimpan
sebagai kenangan
Ie Hadi G
Manado, 25 Juni 2013. Di Tepi Kuala Memeluk Doa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar